Tanggal
14 November 2013 genap 50 tahun usia perjanjian “keramat” antara Presiden
Indonesia Soekarno dengan Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy. Perjanjian dikenal
dengan nama “Green Hilton Memorial Agreement.” Inti perjanjian ini bahwa
Amerika Serikat mengakui adanya aset bangsa Indonesia tetapi mengabaikan
pengembaliannya. Mereka sepakat gunakan pagu nilai dalam perjanjian saat itu
adalah emas setara 57 ribu ton.
Nilai
itu kemudian dibukukan dalam bank oleh William Vouker sebagai wakil dari negara
Swiss yang saat itu juga ikut manandatangani perjanjian. Dua hari sebelumnya,
tepatnya tanggal 12 November 1963, ketiga tokoh itu membukukan perjanjian
tentang aset itu yang menyatakan bahwa perjanjian tersebut berlaku tahun 1965.
Seminggu kemudian JFK dibunuh di Dallas AS, Bung Karno dihabisi kekuasaannya
sebagai Presiden RI melalui kudate G30S PKI kurang lebih dua minggu sebelum
perjanjian itu jatuh tempo.
Kini
potongan penting sejarah bangsa Indonesia lenyap bagaikan ditiup badai Haiyan
yang melanda wilayah Filipina sekarang. Tak ada satu pun lembaga resmi negara
mengakui perjanjian itu. Baik Amerika maupun Indonesia lebih nyaman berperan
kura-kura dalam perahu. Namun geliat dunia perbankan bagaikan semut menggerbuti
sebongkah gula. Kalau ada tim pun yang dicoba untuk menelusuri jejak “keramat”
Bung Karno ini, lebih senang dilakukan secara diam-diam siapa tau duitnya
benar-benar ada. Komunitas pun bermunculan dengan mendendangkan lagu merdu
kepada anak republik bahwa waktunya telah tiba bagi cairnya aset bangsa itu.
Organisasi,
yayasan, dan paguyuban pun dibentuk untuk menyambut berkah yang mereka sebut
“Dana Amanah.” Dengan nyanyian merdu bahwa dana itu akan dibagikan bak bantuan
tunai langsung konvensasi kenaikan BBM. Banhak anggota mereka rela membayar
iuran mendengar lagu merdu yang bernama “Dana Amanah.” Bahkan tak sedikit
diantaranya terpaksa membuat idiom negara dalam negara karena ‘dana suci’ itu
tidak akan pernah cair apabila masih ada pihak pejabat Indonesia yang korupsi.
Tak hanya masyarakat Indonesia yang kemudian menjadi ‘gila’ dengan isyu ini,
tetapi juga masyarakat di beberapa negara yang menjadi tempat gaulnya Soekarno.
Kondisi
sekarang menjadi tidak sehat, karena banyak pihak yang mengaku bahwa dirinyalah
yang diberikan mandat oleh Bung Karno. Strategi dan komunikasi transendental
pun dibangun untuk meyakinkan khalayak. Bahkan mulai ada calon presiden
mendatang yang ingin berperan sebagai Satrio Peningit. Peran itu tentu
bermaksud berkait dengan harta ini. Sadar akan situasi ini, segeleintir pemuda
bangsa Indonesia yang gelisah akan situasi tak logis ini mencoba mengurai
benang sejarah yang kusut ini. Mereka mencoba mencari penggelan sejarah bangsa yang
hilang ini secara ilmiah kalau pun boleh disebut demikian pada Selasa, 12
November 2013 di Kawan Bintaro, Jakarta Selatan. Semoga sukses. Salam
perjuangan wahai anak bangsa. Percayalah, Tuhan tidak pernah tidur.
“The Green Hilton
Memorial Agreement” di Geneva pada 14 November 1963
Inilah
perjanjian yang paling menggemparkan dunia. Inilah perjanjian yang menyebabkan
terbunuhnya Presiden Amerika Serikat John Fitzgerald Kennedy (JFK) 22 November
1963. Inilah perjanjian yang kemudian menjadi pemicu dijatuhkannya Bung Karno
dari kursi kepresidenan oleh jaringan CIA yang menggunakan ambisi Soeharto. Dan
inilah perjanjian yang hingga kini tetap menjadi misteri terbesar dalam sejarah
ummat manusia.
Perjanjian “The Green
Hilton Memorial Agreement” di Geneva (Swiss) pada 14 November 1963
Dan,
inilah perjanjian yang sering membuat sibuk setiap siapapun yang menjadi
Presiden RI. Dan, inilah perjanjian yang membuat sebagian orang tergila-gila
menebar uang untuk mendapatkan secuil dari harta ini yang kemudian dikenal sebagai
“salah satu” harta Amanah Rakyat dan Bangsa Indonesia. Inilah perjanjian yang
oleh masyarakat dunia sebagai Harta Abadi Ummat Manusia. Inilah kemudian yang
menjadi sasaran kerja tim rahasia Soeharto menyiksa Soebandrio dkk agar buka
mulut. Inilah perjanjian yang membuat Megawati ketika menjadi Presiden RI
menagih janji ke Swiss tetapi tidak bisa juga. Padahal Megawati sudah
menyampaikan bahwa ia adalah Presiden RI dan ia adalah Putri Bung Karno. Tetapi
tetap tidak bisa. Inilah kemudian membuat SBY kemudian membentuk tim rahasia
untuk melacak harta ini yang kemudian juga tetap mandul. Semua pihak repot
dibuat oleh perjnajian ini.
Perjanjian
itu bernama “Green Hilton Memorial Agreement Geneva”. Akta termahal di dunia
ini diteken oleh John F Kennedy selaku Presiden AS, Ir Soekarno selaku Presiden
RI dan William Vouker yang mewakili Swiss. Perjanjian segitiga ini dilakukan di
Hotel Hilton Geneva pada 14 November 1963 sebagai kelanjutan dari MOU yang
dilakukan tahun 1961. Intinya adalah, Pemerintahan AS mengakui keberadaan emas
batangan senilai lebih dari 57 ribu ton emas murni yang terdiri dari 17 paket
emas dan pihak Indonesia menerima batangan emas itu menjadi kolateral bagi
dunia keuangan AS yang operasionalisasinya dilakukan oleh Pemerintahan Swiss melalui
United Bank of Switzerland (UBS).
Pada
dokumen lain yang tidak dipublikasi disebutkan, atas penggunaan kolateral
tersebut AS harus membayar fee sebesar 2,5% setahun kepada Indonesia. Hanya
saja, ketakutan akan muncul pemimpinan yang korup di Indonesia, maka pembayaran
fee tersebut tidak bersifat terbuka. Artinya hak kewenangan pencairan fee
tersebut tidak berada pada Presiden RI siapa pun, tetapi ada pada sistem
perbankkan yang sudah dibuat sedemikian rupa, sehingga pencairannya bukan hal
mudah, termasuk bagi Presiden AS sendiri.
Account
khusus ini dibuat untuk menampung aset tersebut yang hingga kini tidak ada yang
tahu keberadaannya kecuali John F Kennedy dan Soekarno sendiri. Sayangnya
sebelum Soekarno mangkat, ia belum sempat memberikan mandat pencairannya kepada
siapa pun di tanah air. Malah jika ada yang mengaku bahwa dialah yang dipercaya
Bung Karno untuk mencairkan harta, maka dijamin orang tersebut bohong, kecuali
ada tanda-tanda khusus berupa dokumen penting yang tidak tahu siapa yang menyimpan
hingga kini.
Menurut
sebuah sumber di Vatikan, ketika Presiden AS menyampaikan niat tersebut kepada
Vatikan, Paus sempat bertanya apakah Indonesia telah menyetujuinya. Kabarnya,
AS hanya memanfaatkan fakta MOU antara negara G-20 di Inggris dimana Presiden
Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ikut menanda tangani suatu kesepakatan
untuk memberikan otoritas kepada keuangan dunia IMF dan World Bank untuk
mencari sumber pendanaan alternatif. Konon kabarnya, Vatikan berpesan agar
Indonesia diberi bantuan. Mungkin bantuan IMF sebesar USD 2,7 milyar dalam
fasilitas SDR (Special Drawing Rights) kepada Indonesia pertengahan tahun lalu
merupakan realisasi dari kesepakatan ini, sehingga ada isyu yang berkembang
bahwa bantuan tersebut tidak perlu dikembalikan.
Oleh
Bank Indonesia memang bantuan IMF sebesar itu dipergunakan untuk memperkuat
cadangan devisa negara. Kalau benar itu, maka betapa nistanya rakyat Indonesia.
Kalau benar itu terjadi betapa bodohnya Pemerintahan kita dalam masalah ini.
Kalau ini benar terjadi betapa tak berdayanya bangsa ini, hanya kebagian USD
2,7 milyar. Padahal harta tersebut berharga ribuan trilyun dollar Amerika.
Aset
itu bukan aset gratis peninggalan sejarah, aset tersebut merupakan hasil kerja
keras nenek moyang kita di era masa keemasan kerajaan di Indonesia.
Asal Mula Perjanjian
“Green Hilton Memorial Agreement”
Setelah
masa perang dunia berakhir, negara-negara timur dan barat yang terlibat perang
mulai membangun kembali infrastrukturnya. Akan tetapi, dampak yang telah
diberikan oleh perang tersebut bukan secara materi saja tetapi juga secara
psikologis luar biasa besarnya. Pergolakan sosial dan keagamaan terjadi
dimana-mana. Orang-orang ketakutan perang ini akan terjadi lagi. Pemerintah
negara-negara barat yang banyak terlibat pada perang dunia berusaha menenangkan
rakyatnya, dengan mengatakan bahwa rakyat akan segera memasuki era industri dan
teknologi yang lebih baik. Para bankir Yahudi mengetahui bahwa negara-negara
timur di Asia masih banyak menyimpan cadangan emas. Emas tersebut akan di
jadikan sebagai kolateral untuk mencetak uang yang lebih banyak yang akan
digunakan untuk mengembangkan industri serta menguasai teknologi. Karena
teknologi Informasi sedang menanti di zaman akan datang.
Sesepuh
Mason yang bekerja di Federal Reserve (Bank Sentral di Amerika) bersama
bankir-bankir dari Bank of International Settlements / BIS (Pusat Bank Sentral
dari seluruh Bank Sentral di Dunia) mengunjungi Indonesia. Melalui pertemuan
dengan Presiden Soekarno, mereka mengatakan bahwa atas nama kemanusiaan dan
pencegahan terjadinya kembali perang dunia yang baru saja terjadi dan
menghancurkan semua negara yang terlibat, setiap negara harus mencapai
kesepakatan untuk mendayagunakan kolateral Emas yang dimiliki oleh setiap
negara untuk program-program kemanusiaan. Dan semua negara menyetujui hal
tersebut, termasuk Indonesia. Akhirnya terjadilah kesepakatan bahwa emas-emas
milik negara-negara timur (Asia) akan diserahkan kepada Federal Reserve untuk
dikelola dalam program-program kemanusiaan. Sebagai pertukarannya,
negara-negara Asia tersebut menerima Obligasi dan Sertifikat Emas sebagai tanda
kepemilikan. Beberapa negara yang terlibat diantaranya Indonesia, Cina dan
Philippina. Pada masa itu, pengaruh Soekarno sebagai pemimpin dunia timur
sangat besar, hingga Amerika merasa khawatir ketika Soekarno begitu dekat
dengan Moskow dan Beijing yang notabene adalah musuh Amerika.
Namun
beberapa tahun kemudian, Soekarno mulai menyadari bahwa kesepakatan antara
negara-negara timur dengan barat (Bankir-Bankir Yahudi dan lembaga keuangan
dunia) tidak di jalankan sebagaimana mestinya. Soekarno mencium persekongkolan
busuk yang dilakukan para Bankir Yahudi tersebut yang merupakan bagian dari
Freemasonry.
Tidak
ada program-program kemanusiaan yang dijalankan mengunakan kolateral tersebut.
Soekarno protes keras dan segera menyadari negara-negara timur telah di tipu
oleh Bankir International.
Akhirnya
Pada tahun 1963, Soekarno membatalkan perjanjian dengan para Bankir Yahudi
tersebut dan mengalihkan hak kelola emas-emas tersebut kepada Presiden Amerika
Serikat John F.Kennedy (JFK). Ketika itu Amerika sedang terjerat utang
besar-besaran setelah terlibat dalam perang dunia. Presiden JFK menginginkan
negara mencetak uang tanpa utang.
Karena
kekuasaan dan tanggung jawab Federal Reserve bukan pada pemerintah Amerika
melainkan di kuasai oleh swasta yang notabene nya bankir Yahudi. Jadi apabila
pemerintah Amerika ingin mencetak uang, maka pemerintah harus meminjam kepada
para bankir yahudi tersebut dengan bunga yang tinggi sebagai kolateral.
Pemerintah Amerika kemudian melobi Presiden Soekarno agar emas-emas yang
tadinya dijadikan kolateral oleh bankir Yahudi di alihkan ke Amerika. Presiden
Kennedy bersedia meyakinkan Soekarno untuk membayar bunga 2,5% per tahun dari
nilai emas yang digunakan dan mulai berlaku 2 tahun setelah perjanjian
ditandatangani. Setelah dilakukan MOU sebagai tanda persetujuan, maka
dibentuklah Green Hilton Memorial Agreement di Jenewa (Swiss) yang
ditandatangani Soekarno dan John F.Kennedy. Melalui perjanjian itu pemerintah
Amerika mengakui Emas batangan milik bangsa Indonesia sebesar lebih dari 57.000
ton dalam kemasan 17 Paket emas.
Melalui
perjanjian ini Soekarno sebagai pemegang mandat terpercaya akan melakukan
reposisi terhadap kolateral emas tersebut, kemudian digunakan ke dalam sistem
perbankan untuk menciptakan Fractional Reserve Banking terhadap dolar Amerika.
Perjanjian ini difasilitasi oleh Threepartheid Gold Commision dan melalui
perjanjian ini pula kekuasaan terhadap emas tersebut berpindah tangan ke
pemerintah Amerika. Dari kesepakatan tersebut, dikeluarkanlah Executive Order
bernomor 11110, di tandatangani oleh Presiden JFK yang memberi kuasa penuh
kepada Departemen Keuangan untuk mengambil alih hak menerbitkan mata uang dari
Federal Reserve. Apa yang pernah di lakukan oleh Franklin, Lincoln, dan
beberapa presiden lainnya, agar Amerika terlepas dari belenggu sistem kredit
bankir Yahudi juga diterapkan oleh presiden JFK. salah satu kuasa yang
diberikan kepada Departemen keuangan adalah menerbitkan sertifikat uang perak
atas koin perak sehingga pemerintah bisa menerbitkan dolar tanpa utang lagi
kepada Bank Sentral (Federal Reserve)
Tidak
lama berselang setelah penandatanganan Green Hilton Memorial Agreement
tersebut, presiden Kennedy di tembak mati oleh Lee Harvey Oswald. Setelah
kematian Kennedy, tangan-tangan gelap bankir Yahudi memindahkan kolateral emas
tersebut ke International Collateral Combined Accounts for Global Debt Facility
di bawah pengawasan OITC (The Office of International Treasury Control) yang
semuanya dikuasai oleh bankir Yahudi. Perjanjian itu juga tidak pernah efektif,
hingga saat Soekarno ditumbangkan oleh gerakan Orde baru yang didalangi oleh
CIA yang kemudian mengangkat Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia.
Sampai pada saat Soekarno jatuh sakit dan tidak lagi mengurus aset-aset
tersebut hingga meninggal dunia. Satu-satunya warisan yang ditinggalkan, yang
berkaitan dengan Green Hilton Memorial Agreement tersebut adalah sebuah buku
bersandi yang menyembunyikan ratusan akun dan sub-akun yang digunakan untuk
menyimpan emas, yang terproteksi oleh sistem rahasia di Federal Reserve bernama
The Black screen. Buku itu disebut Buku Maklumat atau The Book of codes. Buku
tersebut banyak di buru oleh kalangan Lembaga Keuangan Dunia, Para sesepuh
Mason, para petinggi politik Amerika dan Inteligen serta yang lainnya.
Keberadaan buku tersebut mengancam eksistensi Lembaga keuangan barat yang
berjaya selama ini.
Sampai
hari ini, tidak satu rupiah pun dari bunga dan nilai pokok aset tersebut
dibayarkan pada rakyat Indonesia melalui pemerintah, sesuai perjanjian yang
disepakati antara JFK dan Presiden Soekarno melalui Green Hilton Agreement.
Padahal
mereka telah menggunakan emas milik Indonesia sebagai kolateral dalam mencetak
setiap dollar.
Hal
yang sama terjadi pada bangsa China dan Philipina. Karena itulah pada awal
tahun 2000-an China mulai menggugat di pengadilan Distrik New York. Gugatan
yang bernilai triliunan dollar Amerika Serikat ini telah mengguncang
lembaga-lembaga keuangan di Amerika dan Eropa. Namun gugatan tersebut sudah
lebih dari satu dasawarsa dan belum menunjukkan hasilnya. Memang gugatan tersebut
tidaklah mudah, dibutuhkan kesabaran yang tinggi, karena bukan saja berhadapan
dengan negara besar seperti Amerika, tetapi juga berhadapan dengan kepentingan
Yahudi bahkan kabarnya ada kepentingan dengan Vatikan. Akankah Pemerintah
Indonesia mengikuti langkah pemerintah Cina yang menggugat atas hak-hak emas
rakyat Indonesia yang bernilai Ribuan Trilyun Dollar… (bisa untuk membayar
utang Indonesia dan membuat negeri ini makmur dan sejahtera).
Coba
aja kalau emas 57.000 ton ini ketemu dan dimiliki Indonesia. Pasti rakyat
Indonesia yg menengah kebawah tidak seperti sekarang
Source : http://ahmadsamantho.wordpress.com/
No comments:
Post a Comment
mohon comment yg bijak dan sopan...